5/19/2014

Keputusan, 14 Mei 2014



Saat menulis ini, aku tak bisa menjelaskan apa wacana hatiku. Bahkan untuk membaca novel pun tidak ku pahami isi dari ceritanya, mataku tertuju pada kata demi kata pada novel  karangan Tere-Liye, namun hati dan pikiranku memikirkan dia dan ‘hubungan kita’.
Dia yang selama hampir sembilan bulan ini mengisi hari-hariku (meskipun dalam jarak ratusan kilometer) , mengucapkan selamat pagi dan selamat tidur, menjadi penyemangat keseharianku, menjadi “musuh” dalam kesukaan klub sepak bola (dia suka madrid, dan aku suka barcelona), dia yang selalu menjadi pemerhati nomer satu selain keluargaku.
Satu minggu terakhir ini, semua kemanisan itu seakan berubah,  berawal dari dia tidak mengirimkan pesan singkat satu hari, aku juga melakukan hal sama. Satu hari berikutnya, sama. Tiga, Empat, hingga delapan hari terhitung hari ini, dia tidak kunjung nampak di layar monitor HP ku.  Aku merasa dia sudah berubah. Apa yang salah dengan hubungan ini? Apakah karena ada JARAK yang menghambat kita, termasuk perasaan dan hati kita? Kurasa begitu, karena JARAk intensitas tatap muka kita minim bahkan bisa dibilang sangat minim sekali. Bukankah suatu perasaan sayang tidak hanya lewat tatap muka, justru hati yang seharusnya ‘berbicara’. Sayang? aku tak tahu apa sebenarnya perasaanku padanya, sampai detik ini pun, aku belum mengerti arah hatiku berjalan kemana. Yang jelas, aku bahagia saat menerima perhatian darinya.
Keputusan ini akhirnya yang ku buat, aku enggan lama-lama penasaran dengan dirinya yang entah sedang melakukan apa disana. Keputusan yang benar-benar memerlukan keberanian tingkat tinggi (bagiku), sekedar untuk mengetikkan huruf pada keypad HP seakan ku tak mampu, kalimat demi kalimat yang kurasa sudah cukup tepat kuketik. Inti dari kalimat panjang tersebut yaitu aku ingin hubungan kita berakhir sampai disini atau istilahnya PUTUS. Secepat inikah hubungan ini berakhir? Namun perasaanku padanya apakah sama juga akan berakhir? Sekali lagi, aku tidak tahu.
Setelah ku kirimkan pesan singkat (menghabiskan 320 karakter sebenarnya), aku menunggu balasan darinya. Satu jam, belum juga dia membalasnya. Mengapa dia ‘senang’ menggantungkan perasaanku? Tak tahu apa, disini aku galau menunggu kalimat yang keluar darinya. Bagaimana jika dia tidak ingin membalasnya? hatiku semakin kacau, bingung, bimbang, gundah gulana, apalah itu istilahnya. Apakah pesanku tidak terkirim? Apakah dia mengganti nomor Handphonenya? Atau Apakah dia sudah menghapus nomorku dari Handphonenya? Atau Apakah dia marah lantas tidak ingin membalasnya? Atau Apakah dia sudah tak mengganggapku lagi selama delapan hari ini?. Kemungkinan-kemungkinan itu belum bisa kupastikan hingga saat ini.  Semoga beberapa menit lagi kemungkinan itu tejawab entah benar atau tidak mengenai dugaan-dugaanku diatas. Hingga aku memposting tulisan ini, tak ada jawaban dari segala tanyaku yang ia jawab. 

Kamu dan Lembaran Baru (4)

 Hari-hariku sekarang dipenuhi dengan kehadiranmu, ada kalanya kita bahagia, ada kalanya kita kecewa. Tak jarang aku kecewa karenamu, begitu...