9/30/2017

Pertemuan Kesebelas

Senja kali ini, aku duduk di gedung paling atas, membawa buku dan pena.
Senja kali ini, entah sudah senja keberapa tanpa kamu di dekatku.
Senja kali ini akan menemaniku menuliskan sebuah rasa rinduku padamu.

Saat ini, dikala senja, aku merindukanmu.
Merindukan tingkahmu, sikapmu, dan candaanmu.
Kepada senja, janganlah kau membenci hujan.
Aku amat merindukan hujan, merindukan rintikannya , aromanya, ketenangannya dan kenangannya.
Bila hujan tak bisa sampaikan rinduku, biarlah kau senja menyampaikan sepotong rinduku untuknya.
Kepada senja, janganlah kau membenci dia,
Sampaikanlah pesanku kepadanya, jagalah dia sampai kau tergantikan oleh malam, dan temanilah dia sebagai pengganti karena aku tak berada disisinya.

Meskipun di tempatmu senja tak kunjung tampak, namun aku masih setia meminta kepada senja agar menyampaikan sepotong rinduku untukmu.

9/23/2017

Pertemuan Kesepuluh

Di tempatku, hujan masih menunjukkan rintikannya di penghujung tahun ini.
Katamu, di tempatmu berada sekarang salju sedang sering-seringnya turun.
Katamu, salju yang turun sangat menyiksa tubuhmu, namun lebih menyiksa merindukanku.
Katamu, aku harus selalu membawa payung biru pemberianmu agar aku tak harus menunggu hujan reda.
Katamu, hal yang paling kamu sukai disana yaitu menikmati keindahan malam menara eiffel.
Katamu, menara eiffel lebih terlihat indah jika aku ada disana bersamamu.
Katamu, disana senja tak nampak sedikitpun.
Katamu, kamu rindu menikmati nasi goreng bersamaku.
Katamu, kamu rindu berjam-jam di toko buku bersamaku.
Katamu, kamu merindukan hujan, merindukan senja, dan merindukan aku.

9/22/2017

Pertemuan Kesembilan

Senja kali ini, kamu mengajakku ke tempat favorit kita yaitu toko buku.
Dalam perjalanan, kamu menyeletuk, "senja yang indah. Senja, tolong jaga wanita disampingku ini".
Aku hanya tersenyum tak mengerti sambil menikmati senja.
Toko buku ini menjadi salah satu tempat aku bertemu kamu dan menunggu hujan bersamamu.
Hatiku tenang dan senang ketika melihat buku tersusun rapih, mencium aroma buku, menikmati suasana sunyi nya, serta karena kamu kini ada disampingku.
Aku berada di depan sekumpulan puisi.
Kamu disampingku berkata, "Aku suka puisi-puisi kamu, rajin nulis puisi untukku ya".
Dan aku baru menyadari setelah perjalanan pulang bahwa toko buku ini juga menjadi tempat pertemuan terakhir kita untuk waktu yang tidak ditentukan.

9/18/2017

Pertemuan Kedelapan

Hari ini, dibawah senja, akan dijawab pertanyaannya tempo hari.
Ya, aku mau menjadi satu-satunya orang yang berjalan bersamamu dengan payung birumu melintasi rintikan hujan.
Karena kamu adalah lelaki pertama yang menghampiriku kala aku tertegun menunggu hujan kemudian dengan tubuhmu yang menjulang, kau ajak aku berjalan menerjang hujan dengan payung birumu.
Karena kamu adalah seseorang yang bisa membuatku kembali suka akan hujan.
Karena bersamamu, selalu ada kenangan indah saat hujan turun.
Karena kamu, goresan pena ku kembali hidup.
Karena kamu, setiap rintikan hujan seakan membentuk melodi yang indah.
Dan karena kamu, aku tak akan ketakutan lagi jika hujan turun di sepanjang musim. Sebab, aku percaya, kamu akan selalu ada menemaniku menerjang hujan.

9/16/2017

Pertemuan Ketujuh

Malam ini, hujan turun dengan rintikannya yang pelan yang dapat memperindah suasana hati.
Hujan malam ini adalah hujan yang paling indah dimana di setiap rintiknya diiringi ucapan kamu yang membuatku terharu.
Kamu berkata, "Kamu tahu? Ada tujuh alasan aku menyukai hujan.
Alasan pertama, hujan di pertengahan Juni lalu yang mempertemukan kita untuk pertama kalinya.
Alasan kedua, pada rintikan hujan kedua, aku masih dapat bertemu kamu, berjalan beriringan dengan payung biruku.
Alasan ketiga, aku merindukan jika hujan tak turun tak datang, itu artinya aku tidak bisa melihat wajahmu, melihat senyum manismu.
Alasan keempat, setiap hujan turun, aku merasa tenang karena setiap rintikannya bisa membuat pikiranku hanya tertuju padamu.
Alasan kelima, setiap hujan turun, teringat saat kita berjalan bersama, menerjang hujan ataupun menunggu hujan bersama.
Alasan keenam, aku berharap hujan turun di sepanjang musim, agar aku bisa melihat wajahmu, senyum manismu, mendengar suaramu, menikmati puisi indahmu, dan berjalan bersamamu dengan payung biruku.
Alasan ketujuh, bagiku, kamu yang membuatku suka akan rintikan hujan, aroma hujan, dan suasana disaat hujan.
Dan apakah kamu mau menjadi satu-satunya orang yang berjalan bersamaku dengan payung biruku melintasi hujan?"

9/15/2017

Pertemuan Keenam

Senja kali ini, kita duduk berdua di taman.
Wajahmu tampak kelelahan.
Setelah pertemuan satu jam, aku memberikan selembar kertas untukmu yang isinya seperti ini :

Bagiku hujan seperti irama musik
Yang tiap tetes nya selalu bisa menenangkan hati.
Bagiku hujan seperti aromaterapi
Dengan aroma khasnya bisa menenangkan pikiran.
Bagiku hujan seperti kamera
Yang tiap kedatangannya selalu ada memori yang tersimpan.
Bagiku hujan itu sepi, hujan itu duka
Namun itu sebelum kamu datang dengan teduh payung birumu.
Tanpa hujan, pelangi tak akan tampak,
Tanpa hujan, embun tak akan tercipta,
Dan tanpa hujan aku tak akan bertemu kamu.

Lalu, kau tersenyum, wajahmu tampak riang kembali. Kau mengucapkan terimakasih dan berkata "Tunggu balasan puisi yang indah ini ya".

9/14/2017

Pertemuan Kelima

Kali ini, aku dan kamu duduk berhadapan menikmati sajian nasi goreng khas kaki lima.
Aku tertawa melihat wajahmu memerah karena kepedesan.
Kamu begitu antusias menceritakan bahwa nasi goreng disini adalah makanan favorit keluargamu.
Memang benar, rasa nasi goreng disini enak sekali, bumbunya pas, pedasnya pas, dan karena kamu ada disini, menemaniku membicarakan berbagai macam hal, bercanda hingga tertawa lepas.
Pertemuan kali ini tidak ada rintikan hujan yang mengiringi perjalanan pulang kita.

9/11/2017

Surat Rindu untuk Ibu

Bu, apa kabarmu disana? Disini, aku sedang rindu. Rindu usapan tanganmu ke kepalaku, Rindu masakanmu, Rindu perhatianmu, Rindu nasehatmu, Rindu suapan darimu, Rindu duduk berdua denganmu di teras depan rumah, Rindu menyantap bakso bersamamu, Rindu saat aku mengganggumu masak, Ah semua tentangmu, aku rindu. Bu, aku tahu pengorbanan mu dari dulu sangat besar pada anak-anakmu, kau rela menukar apapun demi kebahagiaan kami. Bu, terimakasih telah membuatku bisa menginjak bumi yang indah ini. Terimakasih telah mengajariku banyak hal, baik itu pelajaran di sekolah maupun pelajaran tentang hidup. Terimakasih telah mengingatkan ku ketika aku salah. Terimakasih karena selalu mendoakan ku dalam setiap sujudmu. Bu, selamat ulang tahun yang ke-48. Semoga engkau selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan. Aku disini berharap engkau selalu bahagia dalam setiap langkah kakimu. Semoga apa yang engkau inginkan bisa terpenuhi. Semoga apa yang kulakukan hingga saat ini bisa membuatmu tersenyum dan bahagia selalu. Sekali lagi, selamat ulang tahun Bu. Dari aku, anakmu yang berada ratusan kilometer darimu. Untuk engkau, Ibuku, yang selalu ku rindu.

Kamu dan Lembaran Baru (4)

 Hari-hariku sekarang dipenuhi dengan kehadiranmu, ada kalanya kita bahagia, ada kalanya kita kecewa. Tak jarang aku kecewa karenamu, begitu...